Kontroversi antinomian Martin Luther

Mimbar Gereja St. Andreas, Eisleben, tempat Agricola dan Luther berkhutbah.

Pada awal 1537, Johannes Agricola (1494–1566) – yang ketika itu melayani sebagai pendeta di tempat kelahiran Luther, Eisleben – menyampaikan satu khutbah yang di dalamnya beliau mengklaim bahawa injil Tuhan, dan bukan hukum moral Tuhan (Sepuluh Perintah Tuhan), mengungkapkan murka Tuhan kepada orang-orang Kristen. Berdasarkan khutbah itu dan yang lainnya lagi oleh Agricola, Luther mencurigai kalau Agricola berada di balik tesis-tesis antinomian yang beredar di Wittenberg. Tesis-tesis tersebut menegaskan bahawa hukum tidak lagi untuk diajarkan kepada orang-orang Kristen, namun sekadar dimiliki oleh balai kota.[179]Luther menanggapi tesis-tesis tersebut dengan enam seri tesis yang berisi perlawanan terhadap Agricola dan para penganut antinomian, empat di antaranya menjadi dasar untuk debat-debat akademis yang berlangsung antara tahun 1538 dan 1540.[180] Beliau juga menanggapi pernyataan-pernyataan tersebut dalam tulisan-tulisan lain, seperti surat terbuka yang ditulisnya pada 1539 kepada C. Güttel dengan judul Melawan Para Penganut Antinomian,[181] dan buku Tentang Konsili-Konsili dan Gereja karyanya dari tahun yang sama.[182]

Dalam tesis-tesisnya dan debat-debat akademis melawan para penganut antinomian, di satu sisi Luther meninjau dan menegaskan kembali apa yang disebut "penggunaan kedua hukum [Taurat]", yaitu hukum tersebut sebagai alat Roh Kudus untuk menjadikan manusia berduka kerana dosa dalam hatinya, sehingga mempersiapkan manusia untuk penggenapan hukum tersebut oleh Kristus sebagaimana ditawarkan dalam injil.[183] Luther menyatakan bahawa segala sesuatu yang digunakan untuk menghasilkan kedukaan atas dosa disebut hukum, sekalipun itu adalah kehidupan Kristus, wafat Kristus bagi dosa, atau juga kebaikan Tuhan yang dialami dalam ciptaan.[184] Menolak untuk memberitakan Sepuluh Perintah Tuhan di antara kalangan Kristen – dengan demikian seolah-olah menghapuskan hukum tersebut dari Gereja – tidak menghilangkan hukum yang mendakwa itu.[185] Mengklaim bahawa hukum tersebut – dalam bentuk apapun – semestinya tidak lagi diberitakan kepada orang-orang Kristen sama saja dengan menyatakan bahawa orang-orang Kristen bukan lagi para pendosa pada hakikatnya dan Gereja hanya terdiri dari orang-orang kudus.[186]

Di sisi lain, Luther juga menunjukkan bahawa Sepuluh Perintah Tuhan – bila dipandang bukan sebagai penghakiman Tuhan yang menghukum tetapi sebagai satu ungkapan kehendak kekal-Nya akan hukum kodrat – juga secara positif mengajarkan bagaimana seharusnya orang Kristen hidup.[187] Ini sering disebut "penggunaan ketiga hukum [Taurat]".[188] Menurut Luther, apabila kehidupan Kristus dipahami sebagai suatu teladan maka kehidupan-Nya tidak lain merupakan suatu ilustrasi dari Sepuluh Perintah Tuhan, yang seharusnya diikuti oleh seorang Kristen dalam panggilan hidupnya sehari-hari.[189]

Sepuluh Perintah Tuhan, dan permulaan dari hidup baru orang-orang Kristen yang dianugerahkan kepada mereka melalui sakramen baptisan, merupakan suatu pengindikasian saat ini akan kehidupan bagaikan malaikat di surga yang dialami orang-orang Kristen di tengah-tengah kehidupan ini.[190] Oleh kerana itu, ajaran Luther seputar Sepuluh Perintah Tuhan dikatakan memiliki implikasi-implikasi eskatologis yang jelas, yang bagi Luther tidak mendorong pelepasan dunia sehari-hari tetapi mengarahkan orang Kristen untuk melayani sesama dalam panggilan hidup sehari-hari di dalam dunia ini.

Rujukan

WikiPedia: Martin Luther http://christianity.about.com/od/lutherandenominat... http://www.artdaily.com/index.asp?int_new=26979&in... http://www.exclassics.com/foxe/foxe147.htm http://www.hymntime.com/tch/htm/f/l/u/flungtot.htm http://www.signaturetoursinternational.com/gp-3.ph... http://www.buergerstiftung-halle.de/bildung-im-vor... http://dispatch.opac.d-nb.de/DB=1.1/LNG=EN/CMD?ACT... http://www.luther.de/en/index.html http://digital.slub-dresden.de/id328043192 http://www.studia-instrumentorum.de/MUSEUM/zistern...